5Etika Makan di Indonesia yang Perlu Kamu Tahu! Setiap negara memiliki aturan table manner masing-masing. Bagaimana dengan Indonesia? Yuk, simak 5 etika makan di Indonesia ini.
Dalam makan kita mengenal adanya Etika makan atau Table Manners. Etika ini mungkin lebih sering dikenal orang-orang yang mempunyai kepentingan dalam hal ini, bisa pengusaha-pengusaha, pejabat, orang penting, juru masak, dan lain-lain. Table manners secara sederhana adalah aturan yang harus dilakukan saat bersantap bersama di meja makan. Etika makan ini tidak ada salahnya jika kita mengetahuinya, jika tidak dapat bermanfaat bagi kita, tentu bisa dapat bermanfaat bagi orang lain. Etika makan diperkenalkan oleh bangsa Eropa yang merupakan aturan standar terutama saat bersantap bersama-sama di sebuah acara resmi atau acara makan bersama di keluarga besar. Meskipun sebenarnya Etika tersebut telah ada jauh sebelum peradaban Eropa menyebar ke seluruh dunia. Setiap negara memiliki aturan meja makan yang berbeda-beda. Namun, ada beberapa aturan dasar yang terdapat di setiap etika makan, yaitu Makan dengan mulut yang tertutup saat mengunyah makanan. Berbicara dengan volume suara yang rendah. Tutupi mulut saat batuk atau bersin. Jangan menyandarkan punggung di sandaran kursi. Jangan menimbulkan suara saat mengunyah makanan. Jangan memainkan makanan dengan peralatan makan. Jangan mengejek atau memberitahu seseorang bahwa dia memiliki etika makan yang buruk. Jangan bersedekap di meja makan. Selalu meminta ijin ke empunya acara saat akan meninggalkan meja makan. Jangan menatap mata orang lain saat dia sedang makan. Jangan berbicara di telepon di meja makan. Meminta ijinlah saat anda benar benar harus menjawab telepon, dan meminta maaflah saat kembali. Jangan menimbulkan suara saat memakan sup. Letakkan garpu di sebelah kiri dan garpu disebelah kanan bersama-sama di arah jam 5 di atas piring dengan bagian pisau yang tajam menghadap ke dalam. Ini menandakan bahwa anda telah selesai makan. Lap yang disediakan di atas meja tidak boleh digunakan. Jangan menghilangkan ingus dengan lap tangan. Lap yang disiapkan untuk anda hanya untuk membersihkan mulut bila kotor. Jangan mengambil makanan dari piring orang lain dan jangan memintanya juga. Telan semua makanan yang ada di mulut sebelum minum. Jangan menggunakan tangan saat mengambil makanan yang tersisa di dalam mulut, gunakan tusuk gigi. Usahakan untuk mencicipi semua makanan yang disediakan. Tawarkan ke orang di sebelah anda saat anda akan menuangkan minuman ke gelas anda. Sisakan makanan sedikit bila anda tidak ingin atau tidak sanggup menghabiskan makanan. Tunggu ada aba-aba untuk mulai memakan makanan yang dihidangkan. Menambahkan bumbu setelah mencicipi makanan dianggap kasar dan menghina koki. Kecuali di restoran, jangan minta untuk menyingkirkan sisa makanan anda kecuali acara makan sudah selesai dan jangan pernah melakukan bila diundang ke acara formal. Jangan lupakan satu hal yang umum. Jangan lupa untuk selalu mengatakan tolong’ dan terima kasih’ setiap kali anda meminta bantuan. Beberapa etika umum yang harus dilakukan adalah Bila pelayan tidak memberikan anda duduk, duduk dan tariklah bangku dengan dua tangan. Bukalah serbet atau napkin dengan wajar taruh di pangkuan anda. Jika sudah siap memesan menu, lihat daftar menu dengan wajar, jangan terlalu lama. Segera menunjuk menu yang anda pilih. Setelah itu biasanya pelayan mempersilakan anda mencicipi menu pembuka atau Appetizer. Jamuan formal terdiri dari beberapa menu Hidangan Pembuka Appetizer Hidangan Utama Main Course Hidangan Penutup Dessert Hidangan Pembuka Appetizer Sebelum hidangan pembuka disajikan biasanya diatas meja disediakan roti sebagai panganan, anda bisa makan roti ini dengan tangan. Hidangan pembuka biasanya juga terdiri dari dua macam, Hot Appetizer dan Cold Appetizer. Hot Appetizer biasanya Sup. Aduklah sup itu perlahan, jangan dipangku ditangan anda, biarkan tetap diatas meja. Jangan sekali-kali meniup sup. Gunakan sendok sup yang sudah disediakan, biasanya lebih kecil. Cold Appetizer bisa berupa salad, ambil garpu di tangan kiri dan pisau di tangan kanan, sekali lagi pilihlah alat makan yang disediakan, biasanya lebih kecil dari alat makan hidangan utama. Janagn ragu-ragu mengelap mulut anda bila ada sisa makanan disana. Jangan mengelap dengan satu tangan. Hidangan Utama Main Course Bila hidangan utama sudah tiba, jangan salah kalau anda sedang diundang jamuan makan ala internasional, umumnya ada dua cara menyantap hidangan utama. Hidangan utama sering berupa daging, steik atau sea food. Bila menggunakan ala Amerika biasanya daging dipotong lebih dahulu baru disantap menggunakan sendok dengan tangan kanan. Cara Eropa lain lagi, biasanya langsung dipotong dengan pisau di tangan kanan lalau memakan dengan garpu di tangan kiri. Hidangan Penutup Dessert Puas menyantap hidangan utama, saatnya anda menikmati hidangan penutup. Hidangan penutup umumnya berupa makanan atau minuman dingin, seperti cocktail, ice cream atau jus. Jangan makan hidangan penutup langsung setelah anda menghabiskan makanan utama. Berilah waktu untuk perut anda. Setelah dirasa cukup dan hidangan penutup sudah siap, amkaan anda bisa menyantapnya. Bila hidangan pentup anda berupa minuman yang ada hiasan diatasnya. Makanlah hiasannya atau sisihakan terlebih dahulu. Baru minum isinya. Serbet Piring utama Mangkok sop dan tatakannya Piring roti dan mentega dengan pisau roti Gelas air Anggur putih Anggur merah Garpu ikan Garpu utama Garpu salad Pisau utama Pisau ikan Sendok sop Sendok makanan pencuci mulut dan garpu kue Perhatikan bahwa posisi garpu salad J disarankan untuk diletakkan disebelah kiri garpu utama I. Bagaimanapun juga untuk jamuan resmi garpu utama digunakan sebelum garpu salad, karena itu sebaiknya para tamu menunggu hidangan utamanya sebelum mengambil salad. Apa yang harus dilakukan Kapan memulai makan Tidak sesuai dengan nasehat orang tua, para pakar etiket malah menganjurkan untuk memulai makan tanpa harus selalu menunggu orang lain – mulailah makan saat makanan hangat disajikan. Untuk makanan dingin atau buffets, tunggulah hingga tuan rumah mempersilakan makan, dan tunggu pula hingga tamu utamanya mulai mengambil makanan. Makanan yang dapat dipegang dengan tangan Roti break slices of bread, rolls and muffins in half or into small pieces by hand before buttering. Daging jika potongan dagingnya tebal, makanlah dengan menggunakan pisau dan garpu. Jika garing, pecahkan dengan garpu dan makanlah dengan tangan. Makan dengan tangan Ikuti pedoman tuan rumah. Jika makanan tersebut disajikan dalam piring, ambil dan letakkan pada piring anda sebelum memakannya. Makanan yang biasanya langsung dimakan dengan tangan jagung pada ikan tongkol, tulang iga, lobster, kepiting dan tiram dengan cangkang terbuka, sayap ayam dan tulang untuk situasi tidak resmi, sandwiches, beberapa jenis buah tertentu, buah zaitun, seledri, roti dan kue kering. Membuang makanan yang terselip dari mulut Serpihan buah zaitun keluarkan dengan hati-hati ke telapak tangan sebelum membuangnya ke piring. Tulang ayam gunakan garpu untuk membuang ke piring. Duri ikan buanglah dengan jari. Bagian yang lebih besar tulang atau makanan yang tidak ingin anda makan keluarkan dengan hati-hati dan tersembunyi ke dalam serbet makan hingga tidak diketahui orang lain. Tata cara untuk minum MUG gelas agak besar tanpa kaki yang digunakan untuk minum kopi, teh atau minuman panas lainnya, biasanya digunakan pada acara tak resmi. Tatakan biasanya disertakan untuk meletakkan sendok kecil, bahkan kadang tidak disediakan sama sekali. Bila disertai tatakan/lepek, biasanya sendok diletakkan dengan posisi menghadap ke bawah atau di sisi piring mentega atau piring makan. Jangan lupa mengeluarkan sendok dari mug pada waktu akan minum. Letakkan teh celup yang sudah dicelupkan ke dalam cangkir yang berisi air panas pada piring alas/tatakan cangkir. Sebelum mereguk es teh manis, es kopi susu, atau jus, jangan lupa singkirkan sendok pengaduk yang berbentuk panjang. Letakkan di tatakan setelah selesai mengaduk minuman. Bila tak tersedia, jangan lupa memintanya. Bila kopi atau teh tumpah, tanyakan apakah bisa mengganti tatakan. Bila tidak memungkinkan, gunakan serbet atau tisu untuk membersihkannya. Hal ini untuk menghidari tumpahan yang lebih banyak atau mengenai baju Anda. Jika disuguhi minuman dengan gelas yang biasa digunakan untuk anggur merah, pegang kaki gelas. Untuk anggur putih, pegang badan gelas untuk menjaga kedinginan minuman tersebut. Bila di gelas minuman terdapat hiasan buah seperti stroberi, ceri, dan lainnya tapi Anda tidak ingin memakannya, boleh disingkirkan. Sebaiknya jangan meniup minuman yang panas untuk mendinginkannya. Agar cepat dingin, Anda bisa mengaduk minuman secara perlahan atau tunggu sampai panasnya berkurang. Berikut adalah pembahasan mengenai Table Maner Etika Makan. Kunjungi Website Resmi Telkom University untuk informasi lebih lanjut Referensi Author Garry Joseph – Aslab Perhotelan 2017Berikutdelapan tip dari Bazaar mengenai table manner yang dapat diaplikasikan di Indonesia. 1. Hadir tepat waktu. Jika Anda diundang, maka datanglah 30 menit sebelum acara dimulai. Apabila Anda menjadi tuan rumah yang mengadakan jamuan makan, maka pastikanlah table setting sudah tertata rapi, jika di restoran, maka kenali waitress dan waiter
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 1C6RG7ajZUhcX_FXrggGIzllXPgywWTPFzidlZqmcq1sykDBheOpJg==Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ETIKA MAKAN DI JEPANG VERSUS ETIKA MAKAN DI INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah “Ibunka Rikai” semester VII SHANNON LEONETTE HIMAWAN NPM. 180610170086 KELAS C UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU BUDAYA JATINANGOR 2020 A. PENDAHULUAN Bangsa Jepang dipandang sebagai masyarakat homogen tan’itsu minzoku, dimana mereka membentuk sebuah bangsa yang secara ras sama tan’itsu minzoku kokka. Menurut KBBI, definisi homogen’ terbagi menjadi tiga, antara lain 1 dari tipe jenis, macam, sifat, watak, dan sebagainya yang sama; 2 serba sama; 3 utuh tidak terpecah-pecah. Dikutip dari sumber yang sama, define homogenitas’ antara lain 1 persamaan macam; 2 persamaan jenis; 3 keadaan atau sifat homogen; 4 kehomogenan. Mulai abad 18 hingga abad 20, penyebaran konsep homogenitas bangsa Jepang melibatkan tokoh-tokoh terkemuka Jepang, dari para sarjana kokugakusha hingga Perdana Menteri Nakasone Yasuhiro 1982-1987. Mereka berpendapat bahwa Jepang–secara alamiah–merupakan masyarakat bersifat homogen, karena 1 bangsa Jepang yang tidak seperti Amerika Serikat–terbentuk atas dasar kontrak atau kesepakatan; 2 ras Yamato telah hidup di Jepang setidaknya 2000 tahun, tanpa ada suku bangsa lain; 3 letak geografis Jepang yang terpisahkan oleh laut dan berada di ujung timur benua Eurasia. Maka saat mengenal budaya asing, tentu mereka akan mengalami culture shock, karena budaya asing jelas berbeda dari budaya bangsa Jepang. Salah satunya adalah bangsa Indonesia dengan budayanya yang beranekaragam, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Memang di masing-masing negara ada persamaan dan perbedaan budaya. Akan tetapi, agar masyarakat Jepang bisa bergaul dengan masyarakat Indonesia–dan sebaliknya–mereka perlu memahami sekaligus mempelajari budaya-budaya yang ada. Masing-masing budaya di Jepang maupun Indonesia lahir dari berbagai sumber informasi budaya. Pertama adalah memories yang berdasarkan ingatan kolektif sebuah kelompok masyarakat akan suatu peristiwa. Kedua adalah metaphors yang berdasarkan kesadaran atau cara pandang yang sama dalam masyarakat. Ketiga adalah maxim yang berdasarkan prinsip berperilaku dan bertutur kata sesuai dengan kaidah masyarakat. Dan terakhir adalah myth yang berdasarkan kepercayaan atau asal muasal suatu kelompok masyarakat. Seperti budaya Jepang, Indonesia memiliki sejarah panjang yang masih membekas di pikiran masyarakatnya. Bangsa Indonesia juga mengakui mitos-mitos yang ada di masing-masing daerah, serta berbagai metafora yang dipegang teguh. Bagi mereka, jika melanggar salah satunya, akan menimbulkan keanehan atau keganjilan yang menyebabkan citra negatif dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis akan mengambil topik maxim sebagai sumber informasi budaya. Baik masyarakat Jepang maupun Indonesia, mereka sudah menjalankan budayanya masing-masing secara tidak sadar, karena budaya tersebut sudah mendarah daging. Jika melanggar salah satunya, maka akan menimbulkan keanehan atau keganjilan yang menyebabkan citra negatif di mata masyarakat. Penulis mengambil contoh etika saat makan, baik di Jepang maupun Indonesia. Walau etika antar kedua negara ini sangat jauh, tetapi masing-masing etika mengandung nilai-nilai yang mencerminkan karakteristik masing-masing bangsa dengan jelas. B. PEMBAHASAN Etika saat Makan Jepang Makanan di Jepang memiliki dua jenis, washoku dan yōshoku. Secara harafiah, washoku diartikan sebagai makanan Jepang. Washoku sendiri masuk dalam UNESCO Intangible Cultural Heritage List pada Desember 2013, dimana kunci utama dalam washoku adalah penggunaan bahan-bahan yang segar serta mengikuti keempat musim yang terjadi di Jepang–musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Washoku diciptakan untuk menghargai serta mengapresiasi keempat musim Jepang serta bahan-bahan yang siap dipanen pada musim tertentu. Selain penggunaan bahan-bahannya, washoku juga mengutamakan untuk mengeluarkan rasa asli dari bahan-bahan yang digunakan dalam makanan tersebut. Kunci lain yang tidak kalah penting dalam washoku adalah penggunaan dashi, yaitu kaldu yang terbuat dari bonito, daun kelp, atau ikan kering yang direbus. Kaldu ini mengeluarkan rasa umami yang akan mengikat rasa manis, asam, asin, dan pahit, sehingga membuat washoku kaya rasa. Dalam washoku, biasanya ada lima unsur makanan. Pertama adalah satu mangkuk nasi putih yang hangat. Kedua adalah satu mangkuk sup. Sup yang disajikan bisa sup bening dengan ikan/ayam, atau miso–menggunakan kacang kedelai yang difermentasi sebagai bahan utama. Sisanya adalah makanan pendamping, dimana makanan yang disajikan segar dan bervariasi sesuai musim pada saat itu. Di Jepang, praktik seiza biasanya dilakukan, termasuk saat makan. Seiza sendiri merupakan praktik duduk ala Jepang secara tradisional, dimana posisi duduknya diawali dengan berlutut dan duduk di atas kaki. Akan tetapi, sekarang sudah banyak rumah dan restoran yang menyediakan meja dan kursi untuk menjaga kenyamanan. Selain itu, di Jepang, jarang ditemukan peralatan makan berupa sendok, garpu, atau pisau makan, karena masyarakat Jepang biasanya menggunakan sumpit sebagai peralatan makannya. Secara tradisional, sumpit di Jepang terbuat dari bambu atau kayu dan sering dipernis. Akan tetapi, sejak 1878, Jepang memproduksi sumpit sekali pakai–pertama di dunia–dan hingga sekarang masih dipakai. Karena tidak semua orang mengerti cara menggunakan sumpit Jepang, berikut adalah demonstrasi singkat mengenai cara menggunakannya. Selain memahami cara penggunaannya, etika penggunaan sumpit juga harus dipahami oleh semua orang, antara lain • Hindari menunjuk orang lain atau makanan dengan sumpit • Hindari menggosok atau memainkan sumpit • Hindari menusuk makanan dengan sumpit • Hindari menarik mangkuk atau piring dengan sumpit • Hindari menyeruput sisa saus dari sumpit Tidak hanya itu, ada juga etika penggunaan sumpit yang harus semua orang ingat, yaitu tidak menancapkan sumpit pada mangkuk nasi secara vertikal, secara cara ini dilakukan oleh masyarakat Jepang sebagai salah satu Sumber The Book of Everything ritual untuk orang yang sudah meninggal. Dan, tidak mengoper makanan dari sumpit ke sumpit, karena cara ini mengingatkan masyarakat Jepang pada tradisi mengoper tulang yang sudah dikremasi dari sumpit ke sumpit. Pada sebagian besar restoran di Jepang, disediakan oshibori handuk basah, bisa panas/dingin yang digunakan untuk membersihkan kedua tangan sebelum makan. Jangan menggunakan oshibori untuk membersihkan wajah dan/atau leher. Setelah menggunakan oshibori, ucapkan frasa “itadakimasu” sebelum menyantap sebagai tanda syukur atas makanan yang telah diberikan. Jika makanannya harus langsung disantap sementara makanan lainnya belum tiba di meja makan, bisa mengucapkan frasa “osaki ni douzo” atau “osaki ni itadakimasu”. Saat makan dari mangkuk berukuran kecil, seperti nasi dan sup, sebaiknya mangkuk diangkat dan didekatkan ke mulut. Apabila makan dari mangkuk berukuran besar, seperti ramen, sebaiknya mangkuk diletakkan pada posisi semula, dan hanya makanannya saja yang diangkat dan didekatkan ke mulut. Selain itu, saat menyantap potongan makanan yang berukuran besar, seperti tempura dan korokke, sebaiknya belah makanan tersebut menjadi beberapa potong kecil–bisa dimakan dalam sekali suap–dengan sumpit. Atau, bisa juga digigit sedikit dan letakkan sisanya pada piring. Saat makan pun ada beberapa hal yang perlu diingat oleh semua orang, antara lain • Hindari menuangkan kecap asin secara langsung di atas makanan, terutama nasi • Habiskan makanan dan/atau saus yang telah disajikan–tanpa sisa ➔ Jika tidak suka atau tidak bisa makan, bisa memberitahu ke pelayan restoran atau tidak perlu memakannya sama sekali • Hindari menyantap hidangan secara langsung dari piring bersama • Hindari meniup hidung, bersendawa, dan batuk di meja makan • Hindari meletakkan siku di atas meja makan Menyeruput makanan di negara lain merupakan hal tabu. Akan tetapi, menyeruput makanan di Jepang bukanlah hal tabu. Bagi masyarakat Jepang, menyeruput makanan dipercaya bisa meningkatkan rasa makanan serta menunjukkan bahwa orang tersebut sangat menyukai makanannya. Sesudah makan, rapikan peralatan makan seperti semula. Sumpit diletakkan pada hashi-oki sandaran sumpit atau kertas sumpit yang sudah dilipat. Jika menggunakan sumpit sekali pakai, letakkan kembali ke kertas pembungkus sumpit dengan rapi dan lipat ujungnya. Sumpit yang diletakkan dekat mangkuk atau piring sendiri menandakan bahwa orang tersebut masih belum selesai makan. Selain itu, menutup kembali mangkuk dengan penutup. Setelahnya, ucapkan frasa “gochisousama deshita” sebagai ucapan terima kasih pada orang yang telah menyiapkan makanannya. Etika saat Makan Indonesia Berbeda dengan makanan Jepang, semua makanan Indonesia harus bersertifikat halal, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Halal berarti sesuai dengan syariat Islam, baik dari segi pemotongan hingga penyajian. Maka, sangat jarang ditemukan daging babi maupun alkohol yang terkandung dalam makanan di Indonesia. Itu merupakan salah satu hal yang perlu diingat oleh semua orang. Hal lainnya yang perlu diingat adalah tidak mengajak orang Muslim untuk makan saat bulan Ramadan. Bulan Ramadan sendiri merupakan bulan suci bagi orang Muslim untuk berpuasa. Peralatan makan di Indonesia sangat berbeda dengan Jepang. Kalau di Jepang menggunakan sumpit, di Indonesia menggunakan sendok dan garpu. Jika ingin memotong makanan, gunakan sendok dan garpu. Garpu digunakan sebagai penumpu, sedangkan sendok bagian sisi samping digunakan sebagai alat potong–layaknya pisau makan. Akan tetapi, sendok merupakan peralatan makan yang paling sering digunakan di Indonesia. Setelah makan, letakkan sendok dan garpu menghadap kebawah. Dan, sama seperti sumpit, sendok dan garpu tidak digunakan untuk bermain-main. Selain menggunakan sendok dan garpu, masyarakat Indonesia juga dikenal dengan muluk, yang dalam bahasa Jawa berarti penggunaan tangan untuk makan. Hal ini terbilang unik dan tidak dapat ditemukan di negara lain, termasuk Jepang. Jika ingin makan menggunakan tangan, dianjurkan untuk cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir, sebelum dan sesudah makan. Atau, cara yang paling unik adalah dengan kobokan, mangkuk berisi air dan irisan limau yang biasanya digunakan untuk mencuci tangan–bukan untuk diminum. Saat mengambil dan menyantap makanan, selalu gunakan tangan kanan. Di Indonesia, menggunakan tangan kiri merupakan hal yang sangat tabu, karena dianggap kotor dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Karena tidak semua orang mengerti cara menggunakan tangan untuk makan, berikut adalah demonstrasi singkat mengenai cara menggunakannya. 1. Ambil sedikit nasi dan gulungkan menjadi bola dengan jari-jari 2. Campurkan dengan sayur dan lauk pauk 3. Celupkan ke dalam saus opsional 4. Masukkan semuanya ke dalam mulut Selain menggunakan piring, daun pisang atau kertas minyak juga bisa digunakan sebagai substitusi untuk menyimpan makanan. Tidak semua rumah atau restoran menyediakan kursi dan meja makan, tetapi jika duduk di kursi, biasakan untuk tidak bersender, karena hal tersebut dianggap tidak sopan. Jika duduk di lantai, biasakan untuk duduk bersila atau jangan sampai telapak kaki terlihat saat makan, karena hal tersebut akan membuat orang lain tidak nyaman. Selain itu, hindari melipat tangan saat berada di meja makan. Hal lainnya yang perlu diingat adalah, membiasakan untuk mengutamakan orang tertua di meja makan untuk mengambil dan menyantap makanannya. Jika orang tersebut sudah mengucapkan frasa “silakan”, yang lainnya boleh langsung mengambil dan menyantap makanannya. Jangan pernah mendahulukan untuk mengambil dan menyantap makanan sebelum orang tertua. Saat makan, hindari membuat suara dan makan dengan mulut tertutup sebagai tanda menghormati orang lain. Jika ingin berbicara, biasakan untuk menguyah makanan terlebih dahulu hingga habis dan berbicara dengan suara kecil saja. Selain itu, hindari mengambil serta meminta makanan dari piring orang lain. Semua hal harus dilakukan secara mandiri. Jika di tengah-tengah menikmati makanan ada panggilan telepon, minta izin terlebih dahulu ke orang tertua untuk menerima panggilan dan pergi keluar dari meja makan. Dan, usahakan untuk menutup mulut saat batuk dan/atau bersin, agar orang lain tidak merasa terganggu. C. KESIMPULAN Secara garis besar, etika saat makan di Jepang dan Indonesia memiliki kemiripan. Tidak semua restoran dan/atau rumah memiliki kursi dan meja makan, sehingga mengharuskan duduk di lantai. Kalau di Jepang harus melakukan seiza, di Indonesia harus duduk bersila atau jangan sampai memperlihatkan telapak kaki kepada orang lain. Sebelum menyantap hidangan juga diharuskan untuk mencuci tangan. Di Jepang, mencuci tangan dilakukan dengan oshibori, sementara di Indonesia, mencuci tangan bisa dilakukan dengan menggunakan sabun dibawah air mengalir atau kobokan. Walau peralatan makan di Jepang menggunakan sumpit, dan di Indonesia menggunakan sendok dan garpu, hindari bermain-main dengan peralatan makan karena hal tersebut bisa mengganggu kenyamanan orang dan dianggap tidak sopan. Setelah menggunakan peralatan makan, di Jepang, sumpit diletakkan di hashi-oki atau kertas pembungkus sumpit yang sudah dilipat–agar menyerupai hashi-oki. Sumpit yang diletakkan di sebelah mangkuk atau piring akan dianggap belum selesai makan. Sementara di Indonesia, sendok dan garpu diletakkan di piring dengan posisi menghadap kebawah. Sendok dan garpu yang diletakkan dengan posisi menghadap keatas juga akan dianggap belum selesai makan. Selain itu, jika ingin memotong makanan berukuran besar, di Jepang, tinggal menggunakan sumpit. Atau, menggigit sedikit dan meletakkan sisanya di piring pribadi. Di Indonesia, tinggal menggunakan sendok dan garpu. Garpu digunakan sebagai titik tumpuan, dan sendok bagian sisi samping digunakan sebagai “pisau makan” untuk memotong. Juga, tidak boleh makan secara langsung dari piring bersama, sehingga dihimbau untuk mengambil beberapa dan meletakkannya di piring pribadi. Saat berada di meja makan, hindari melipat tangan atau meletakkan siku di atas meja makan. Juga, tidak meniup hidung, bersin, batuk, dan/atau bersendawa di meja makan. Meski memiliki kemiripan, ada banyak perbedaan etika saat makan di Jepang dan Indonesia. Di Jepang, ada frasa “itadakimasu” yang diucapkan sebelum makan dan “gochisousama deshita” yang diucapkan setelah makan. Sementara di Indonesia, kedua frasa tersebut tidak ada dan biasanya mengucapkan doa sebelum makan. Selain itu, di Indonesia bisa menyantap makanan dengan tangan. Sementara, di Jepang tidak ada. Di Jepang, jika makanan yang disajikan harus disantap langsung, bisa mengucapkan frasa “osaki ni douzo”. Sementara di Indonesia, mau tidak mau, harus menunggu orang tertua di meja makan untuk mengambil dan menyantap makanannya, baru bisa diikuti oleh yang lain. Kalau di Jepang, boleh membuat suara menyeruput saat makan, di Indonesia tidak boleh membuat suara sama sekali saat makan. Dan uniknya, di Indonesia memiliki substitusi piring, antara lain lembaran daun pisang atau kertas minyak. Sementara di Jepang tidak ada. D. DAFTAR PUSTAKA Bahasa, Pusat. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Departemen Pendidikan Nasional. Barton, David Watts. 2016, Juli 26. How to Conquer Seiza, the Foreigner’s Nightmare. Diakses 29 Oktober 2020. Denoon, Donald & Mark Hudson. 2001. Multicultural Japan Palaeolithic to Postmodern. New York Cambridge University Press. Hariyadi, Edy. 2012. Homogenitas versus Multikulturalisme Perdebatan Penerimaan Pekerja Asing di Jepang. Jember Universitas Jember. Indoindians. 2017, Agustus 24. Indonesian Dining Etiquette. Diakses 26 Oktober 2020. 2020, Februari 23. Japanese Table Manners. Diakses 26 Oktober 2020. John. 2013, September 2. Unearthing the Mysteries of Japanese Chopsticks. Diakses 28 Oktober 2020. Rodgers, Greg. 2019, April 28. Japanese Dining Etiquette. Diakses 26 Oktober 2020. scholar, etiquette. Indonesia Dining Etiquette. Diakses 26 Oktober 2020. Setiya, Tri. Dining Etiquette in Indonesia – Habits. Diakses 26 Oktober 2020. Team, FUN! JAPAN. 2018, April 27. Etiket Penggunaan Sumpit di Jepang. Diakses 28 Oktober 2020. Travel, Japan. Japanese Food Etiquette Guide. Diakses 26 Oktober 2020. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Edy HariyadiThis article describes the rivalry of homogenity and multiculturalism conceptions in the debate on acceptance of foreign workers, including from Muslim world, in Japan. National debate in Japan spawned two opposing groups, sakoku group who reject foreign workers and kaikoku group who receive foreign workers. On behalf of the control and power, Japan's political ellites disseminate a conception that Japanese people are a homogenous or monoculture society. Today, the homogenity conception is faced with multiculturalism conception that is spreaded out in Japanese society in order to help Japanese society in understanding for accepting foreign workers which has increasingly needed by Japan industry. Various industrial sectors in Japan needs many foreign workers to be employed in low-wage work sectors that are called 3Ks, kitanai dirty, kiken dangerous, and kitsui hard. While Japanese society is still widely in monoculturalism conception, to facilitate community in accepting foreign workers with various cultures and religions, they need a new conception, multiculturalism. Abstrak Artikel ini menjabarkan pertentangan antara konsepsi homogenitas dan multikulturalisme dalam konteks perdebatan penerimaan pekerja asing, terutama yang berasal dari Dunia Islam di Asia dan Afrika, di Jepang. Perdebatan secara nasional di Jepang melahirkan dua kelompok yang berseberangan yaitu kelompok sakoku yang menolak pekerja asing dan kaikoku yang menerima pekerja asing. Demi kontrol dan kekuasaan, para pemimpin Jepang menyebarluaskan konsepsi bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat yang homogen atau monokultur. Namun, dewasa ini konsepsi homogenitas dihadapkan dengan konsepsi multikulturalisme yang disebarluaskan dalam masyarakat Jepang dengan tujuan untuk membantu kesepahaman masyarakat dalam penerimaan pekerja asing dengan beragam kultur, termasuk para pekerja dari negara-negara di Dunia Islam. Sektor industri di Jepang membutuhkan pekerja asing dengan gaji rendah untukKamus Bahasa Indonesia. Jakarta Departemen Pendidikan NasionalPusat BahasaBahasa, Pusat. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Departemen Pendidikan to Conquer Seiza, the Foreigner'sDavid BartonWattsBarton, David Watts. 2016, Juli 26. How to Conquer Seiza, the Foreigner'szuitiq.